Jumat, 23 Desember 2011

MAU SUKSES ?.....HARUS MAU BERUBAH


Kawan.... Sukses Adalah Sebuah Perjalanan Yang Hidup dan berkesinambungan dengan sehat, karena hakikat dari kesuksesan adalah sebuah proses pertumbuhan diri yang sehat dan dinamis. Pertumbuhan menghendaki adanya PERUBAHAN, di ibaratkan sebuah tunas pohon. Mulai dari bentuk biji, kemudian berubah bentuk menjadi tunas kemudian tumbuh dahan dan ranting. Dan batang pohonnyapun semakin membesar dan meninggi menjulang… Dan bila proses pertumbuhan tersebut terjadi dengan sehat, maka bisa dikatakan pohon tersebut telah Sukses.
Demikian juga pertumbuhan jasmani manusia, di mulai dari pertemuan sel telur dengan sel sperma di dalam rahim ibu, hingga terbentuklah Zygot, kemudian tumbuh berkembang menjadi sebuah bayi yang utuh. Kemudian terlahir ke dunia, bertumbuh hingga menjadi manusia dewasa, dan seterusnya hingga masanya dia meninggalkan dunia ini kembali. Itulah Pertumbuhan & Perubahan yang berkesinambungan dan terus menerus, Pertumbuhan & perkembangan yang sehat Itulah hakikat Suses yang sebenarnya.
Kesuksesan di bidang apapun juga menghendaki adanya pertumbuhan dan perubahan yang sehat dan terus menerus. Dan Perubahan itu prosesnya dimulai dari diri sendiri, dari dalam hati & Fikiran kita. Di mulai dari cara kita bersikap & bertindak dalam menghadapi kehidupan ini.
Saya rasa semua orang sangat memahami bahwa untuk mencapai sukses mereka harus berubah. Tetapi mengapa cukup banyak orang yang begitu takut untuk berubah? Manusia adalah makhluk dengan kebiasaan.
Kebiasaan inilah yang akhirnya membentuk diri Anda sekarang ini walaupun seringkali Anda tidak benar-benar bahagia dengan apa yang Anda dapatkan. Hukum Kebiasaan mengatakan bahwa perilaku Anda diatur oleh kebiasaan Anda dan jika tidak ada keputusan yang jelas dari Anda atau rangsangan dari luar, maka Anda akan terus berperilaku sama.
Kebiasaan inilah yang menyebabkan banyak orang tidak ingin berubah. Mereka cenderung melakukan hal yang sama berulang-ulang bahkan ketika metode, strategi, atau prosedur yang digunakan tidak juga memberikan hasil yang didambakan. Mereka tidak ingin berubah karena perubahan dianggap menimbulkan ketidakpastian. Mereka memilih tidak berubah karena perubahan tidak selalu mengenakkan. Hal-hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang tidak ingin berubah dan lebih memilih hidup dalam zona nyaman (comfort zone). Mereka memilih untuk tidak berubah atau tetap melakukan hal yang sama karena berpendapat bahwa lebih aman tidak berubah dan hasil yang akan didapatkan sudah pasti.
Pendapat ini sangat keliru karena tidak berubah sama tidak pastinya dengan kondisi bila perubahan dilakukan. Jika Anda tidak berubah atau terus saja melakukan apa yang selama ini Anda lakukan, sudah dapat dipastikan Anda akan selalu mendapatkan apa yang selama ini Anda dapatkan atau bahkan Anda tidak akan mendapatkan apa yang selama ini Anda dapatkan. Sangat tidak realistis jika Anda mengharapkan hasil yang berbeda sementara Anda tetap saja melakukan hal yang sama. Alasan yang terakhir inilah yang membuat orang-orang sukses dan perusahaan-perusahaan yang berkembang selalu berupaya untuk melakukan perbaikan terus-menerus atau yang berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (continuous improvement and never ending improvement).
Perbaikan terus-menerus ini oleh bangsa Jepang disebut dengan istilah kaizen. Kata Kaizen dalam bahasa Jepang berarti “perbaikan terus-menerus.” Prinsip perubahan dengan perbaikan bertahap inilah yang menjadikan bangsa Jepang maju pesat terutama dalam perkembangan teknologinya. Milikilah hasrat untuk memperbaiki diri Anda terus-menerus yang akan membuat Anda terus bertumbuh dan berkembang mencapai potensi maksimal Anda. Prinsip perbaikan bertahap merupakan faktor keberuntungan kunci yang dapat Anda gunakan dalam pekerjaan. Mari kita simak kata-kata yang ditulis di atas batu nisan seorang Uskup Anglikan (1100 sebelum Masehi) dalam Kuburan Bawah Tanah Gereja Westminister Abbey yang juga dikutip oleh Soemarsono Soedarsono dalam bukunya Character Building Membentuk Watak.
THE WILLINGNESS TO CHANGE 
When I was young and free, And my imagination has no limits, I dreamed of changing the world, As I grew older and wiser, I discovered the world would not change, So I shortened my sights somewhat And decided to change only my country but it too seemed imovable, As I grew into my twilight years, In one last desperate attempt, I settled for changing only my family, Those closest to me, but alas, They would have none of it. And now as I lay on my deathbed, I suddenly realize If I had only change myself first, Then by example I might have changed my family From their inspiration and encouragement, I would then have been able to better my country, And who knows, I may have even change the world. 
(An Anglian Bishop, 1100 AD, as written in the Crypts of Westminster Abbey)
HASRAT UNTUK BERUBAH 
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, Aku bermimpi ingin mengubah dunia, Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah, Maka cita-cita itupun agak kepersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku Namun tampaknya, Hasrat itu pun tiada hasil Ketika usiaku semakin senja, Dengan semangatku yang masih tersisa kuputuskan untuk mengubah keluargaku, Orang-orang yang paling dekat denganku Tetapi celakanya, mereka pun tidak mau diubah Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari “Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku” Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku, Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, Bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negaraku, Kemudian siapa tahu, aku bisa mengubah dunia.
James Redfille menegaskan, “If you want to change the world, you first have to change yourself.”Demikian juga novelis Leo Tolstoy menegaskan ,”Semua orang berpikir mengubah dunia, tetapi tidak seorang pun berpikir mengubah dirinya sendiri.” Ya, jika Anda ingin mengubah dunia, pertama-tama Anda harus mengubah diri Anda sendiri. Jangan pernah berpikir bahwa orang lain yang harus berubah tetapi Andalah yang harus berubah jika Anda ingin berhasil atau sukses. Tidak akan ada perubahan sampai Anda berubah.
Tidak mungkin ada sukses tanpa perubahan.
Buatlah keputusan yang jelas untuk berubah sehingga sukses akan memihak Anda. Jangan menunggu situasi yang begitu buruk yang memaksa Anda untuk berubah. Memang betul perubahan dapat menimbulkan ketidakpastian. Perubahan dapat beresiko. Selalu ada kemungkinan bahwa suatu perubahan yang dilakukan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun, jika kita tidak pernah mencoba sesuatu yang baru, maka sudah dapat dipastikan kita tidak akan pernah maju.
Orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan (calculated risk). Jika Anda ingin sukses, maka Anda pun harus berani mengambil resiko seperti orang-orang sukses. Ann Landers menegaskan bahwa resiko tetap harus diambil karena bahaya terbesar dalam kehidupan adalah tidak berani mengambil resiko. “Orang yang tidak berani mengambil resiko tidak melakukan apa pun, tidak punya apa pun, dan bukan apa-apa. Mungkin ia menghindari penderitaan dan kesedihan, tetapi ia tidak bisa belajar, merasakan, berubah, bertumbuh, dan mencintai. Oleh karena dirantai oleh kepastiannya, berarti ia adalah budak. Hanya orang yang berani mengambil resiko sejalah yang merdeka!” kata Landers.
Ya, resiko tidak pernah mau berubah sebenarnya lebih beresiko. Mereka yang menolak untuk menempuh resiko dan untuk berkembang akan “ditelan” oleh kehidupan. Jadi, keluarlah dari zona nyaman Anda dan beranilah mengambil resiko yang telah diperhitungkan yang diimbangi dengan kemampuan Anda mengelolah resiko dengan baik dan bertindaklah untuk membuat suatu yang bernilai dalam kehidupan Anda.
Paulus Winarto dalam bukunya Reach Your Maximum Potential, menegaskan bahwa “Orang-orang yang tidak berani mengambil resiko ibarat mereka yang hanya mampu melihat bunga mawar sebagai bunga berduri. Mereka tidak berani mendekat karena selalu takut tertusuk duri. Sebaliknya, mereka yang berani mengambil resiko mampu melihat keindahan mawar di balik durinya yang tajam. Mungkin pada tahap awal mereka akan tertusuk duri, namun lambat laun mereka semakin ahli untuk menghindarinya dan semakin dapat menikmati keindahan bunga berduri ini.”
Memang betul bahwa berubah tidak selalu menyenangkan. Kalaupun dalam proses perubahan tersebut berjalan mulus tanpa terasa ada rintangan yang berarti, mungkin itu bukan perubahan. Perubahan selalu menuntut pengorbanan, namun perubahanlah satu-satunya sarana efektif untuk kehidupan yang lebih baik dan untuk mencapai kesuksesan.
Dalam bukunya Thinking for A Change, Motivator sekaligus pakar kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell menyatakan bahwa ada 6 langkah yang dapat mengubah hidup kita.
  1. Pertama, kita harus mengubah cara berpikir kita. Mengubah cara berpikir akan mengubah keyakinan kita.
  2. Kedua, jika keyakinan kita berubah, harapan kita berubah.
  3. Ketiga, jika harapan kita berubah sikap kita berubah.
  4. Keempat, jika sikap kita berubah, perilaku kita berubah.
  5. Kelima, jika perilaku kita berubah, kinerja kita berubah.
  6. Dan keenam, jika kinerja kita berubah, hidup kita berubah.
Sejak 450 tahun Sebelum Masehi, seorang bijak bernama Heraclitus telah mengingatkan kita, “Tidak ada yang permanen, kecuali perubahan!” Ya, perubahan akan terus terjadi baik diharapkan atau tidak diharapkan karena tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Beradaptasilah terhadap perubahan yang dibutuhkan sehingga perubahan yang akan terjadi tidak mengagetkan Anda atau bahkan memaksa Anda untuk berubah.
Victor Chasles bahkan pernah mengatakan, “the sure way to miss success is to miss the opportunity”.Ya, cara pasti untuk melewatkan kesuksesan adalah dengan melewatkan kesempatan yang ada termasuk kesempatan untuk berubah. Oleh karena itu jangan lewatkan kesempatan yang terlalu amat sangat berharga berharga untuk berubah sebelum semuanya terlambat.

SIMBOL SIMBOL DALAM QUR'AN



Kaf Ha Yaa ‘Ain ShoodYaa SiinAlif Lam Miim
SIMBOL KHUSUS
Haa Miim ‘Ain Siin Qof
Assalamu ‘alaikum Wa Rohmatullahi wa barokatuh……..
Simbol dapat diartikan sebagai lambang energi atau Cetak Biru Energi (DNA ENERGI) spesifik yang merupakan kristalisasi dari suatu fungsi/program energi. Kuantum Husada N-AQS DNA menggunakan 3 simbol utama : Alif lam miim, Ya Siin, Kaf Ha Ya ‘Ain Shad.
Mengapa NAQS DNA menggunakan simbol dari Al-Quran….?
Karena saya adalah seorang muslim, yang meyakini bahwa di dalam Al-Quran terdapat penawar untuk segala penyakit, baik penyakit fisik, mental, sosial, ataupun finansial………. Jadi untuk simbol energi saya mengambil dari Al-Quran…….
Allah s.w.t. telah berfirman :”Dan Kami turunkan dari al-Quran yang menjadi penawar (penyembuh) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,..” – surah al-Isra’ ayat: 82
Simbol itu bisa di ibaratkan sebagai sebuah pintu atau sebuah tombol. Cukup dengan menekan tombolnya, maka kita dapat mengakses sebuah sumber energi dengan frekwensi tertentu dan yg telah diprogram untuk keperluan tertentu….. Sehingga dengan demikian, kita tdk perlu terlalu repot merancang afirmasi yg tepat…..
Al-Quran adalah kalam Allah. Dan di situ terdapat rahasia yang tidak semuanya mampu kita jabarkan……. Oleh karena itulah saya memilih menggunakan simbol dari Al-Quran, karena di situ ada KEKUATAN RAHASIA yang bersumber dari Allah swt. Dan pemilihan itu juga bukan sekedar asal pilih, tetapi sudah melalui perenungan yg cukup mendalam……..
Dan kebetulan tadi ketika sedang browsing, ternyata ada sahabat yang telah menulis artikel dan mengupas mengenai salah satu simbol NAQS. Dan tulisan beliau saya hadirkan di sini sebagai penambah wawasan untuk semua siswa…
Namun perlu di ingat, ini hanyalah sebuah makna dari sejuta makna rahasia yang sebenarnya masih tersimpan erat di sisi Allah swt…. Oleh karena itu janganlah kita membatasi diri terhadap Rahmat & Karunia Allah swt. yang sesungguhnya tiada terbatas (unlimited)…
Allah swt berfirman :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah (ULUL ALBAB) yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).( QS. Al Baqarah 2:269 )
Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”( QS. Al Baqarah 2:32 )
HIZIB KAMA-IN
By. Ki Dalang Cipto Kawedar
Hizib ini merupakan salah satu jabar sirr dari pola KAF HA YA ‘AIN SHOD—HA MIM ‘AIN SIN QOF, mengandung energy ruhaniyyah yang luar biasa, berfungsi sebagai sarana Mahabbah, Miftah Al-Adyan, Mendatangkan seseorang dari kejauhan, pembuka rizki, penolak bala, mengisi semua ilmu di alam semesta, mengobati, memproteksi apapun, mengisi ilmu ke benda/orang, wasilah menundukkan seseorang. dll.
HURUF NURANIYYAH
Ulama’ membagikan huruf-huruf hijaiyyah kepada 2 jenis huruf yaitu Huruf Nuraniyyah (gemerlapan/kilauan) dan Huruf Zulmaniyyah (kegela-pan / kesuraman). Huruf Nuraniyyah sebanyak 14 huruf yaitu Sod, Ra’, Alif, Tho’, ‘Ain, Lam, Ya’, Ha, Qaf, Nun, Mim, Sin, Kaf dan Ha’. Manakala bagi 14 huruf lagi merupakan huruf-huruf Zulmaniyyah.
Uraian untuk susunan huruf-huruf berikut :
  • Kaf- Ha’- Ya- ‘Ain- Shod
  • Ha- Miim- ‘Ain- Sin- Qaf
Huruf Kaf : Rahasia nya terbuka tabir.
Huruf Kaf ini bermakna kamalan. Kata kamalan berasal dari kata kamila-yakmalu-kamalan. Pada surah Al-Maidah 5:3, didalamnya terdapat kata berhuruf Kaf, Miim dan Lam.
Firman Allah: Pada hari ini akmaltu (Aku sempurnakan) untuk kamu agama mu dan telah Aku cukupkan kepada mu nikmat Ku dan telah Aku redhai Islam itu menjadi agama bagi mu.
Menariknya ayat ini diturunkan pada saat umat Islam merayakan Aidil Adha/Hari Raya Haji.
Huruf Ha’ : Rahasianya bermaksud Jiwa Keillahian yang keluar dari paru-paru sebagai ungkapan tasbih dan tahmid yang dia yakini bahwa dirinya dari Dia Al-Huwa, bermula diatas Al-Huwa dan berakhir pada Al-Huwa. Huruf Ha’ ini bermakna hidayatan. Kata akar terdiri dari huruf Ha’, Dal dan Ya. Maknanya berkisar pada dua hal:
  1. Pertama, Tampil kedepan memberi petunjuk, dari sini lahir kata hadiy yang bermakna penunjuk jalan kerana ia tampil kedepan.
  2. Kedua, menyampai dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hadiah yang berarti penyampaian sesuatu dengan lemah lembut. Pengantin perempuan dinamai al-hadiyu kerana keluarga menghantarnya kepada suami dengan lemah lembut. Dari akar kata yang sama juga lahir kata al-hadiyu ialah ‘ternakan’ yang dipersembahkan ke Kaabah sebagai tanda pendekatan diri kepa-da Allah dan untuk memohon kasih sayang-Nya.
Huruf Ya : Rahasia nya Hati Rasulullah yakni hati yang mampu untuk menampung seluruh isi alam. Huruf Ya bermakna Yaqinan artinya keyakinan. Yakin adalah sifat ilmu diatas makrifat.
Huruf ‘Ain : Rahasia nya Hakikat Ujud. Ia asal segala yang ada. Huruf ‘Ain bermakna ‘Ilman. Kata ‘ilman berasal dari kata ‘alima-ya’lamu-’ilman. Ilmu berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab meng-gunakan semua kata yang tersusun dari huruf-huruf ‘Ain, Lam dan Miim dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu dengan jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah SWT dinamai ‘Alim kerana pengetahuan Nya yang amat jelas sehingga terungkap segala-galanya.
Huruf Shod : Rahasia nya keteguhan ilmu Arifbillah.
Huruf Shod bermakna Shabran. Kata Shabran berasal dari kata shabara-yashbiru-shabran yang maknanya adalah kesabaran. Firman Allah : “Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi kerana kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan salam dida-lamnya”.
Huruf Ha : Rahasia nya pengisian alam dengan keindahan.
Huruf Ha bermakna Hikmatan. Kata yang menggunakan huruf Ha, Kaf dan Miim ini berkisar maknanya pada ‘menghalangi’. Memilih perbuatan terbaik dari dua hal yang burukpun dinamai hikmah dan pelaku nya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaian dan dalam pengaturan Nya, dialah yang hakim.
Firman Allah : Allah menganugerahkan al-hikmah. Dan barang-siapa yang dianugerahkan al-hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi kurnia yang banyak dan hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat mengam-bil pelajaran. (Al-Baqarah 2:269)
Huruf Miim : Rahasia Tauhid. Rahasianya damai.
Huruf Miim bermakna maghfiratan. Kata maghfiratan berasal dari kata ghafara-yaghfiru-ghafran-ghufranan-maghfiratan. Kata ghafara berarti menutupi sesuatu dan mengampuni dosa, yakni penutupan dosa-dosa karena kemurahan dan anugerah Allah. Huruf Miim juga bermakna mata’an yang maknanya kesenangan.
Huruf ‘Ain : rahasia nya hakikat ujud.
Huruf ‘Ain juga bermakna ‘Afwan. Kata ini berasal dari kata ‘afa-ya’fu-’afwan. Kata yang terdiri dari huruf ‘ain, fa’ dan wauw. Dari sini lahir kata ‘afwu yang juga diartikan menutupi, bahkan dari rangkaian tiga huruf ini juga lahir makna terhapus atau habis tiada berbekas.
Huruf Sin : Rahasia nya Allah diatas arasy ujud.
Huruf Sin bermakna salamatan. Kata salamatan berasal dari kata salima-yaslamu-salamatan, yang maknanya keselamatan. Terdiri dari huruf sin, lam dan miim maknanya berkisar kepada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela. Allah memberi salam kepada hamba-hamba-Nya disurga kelak. Surah Yaasin 36:58 : Salam sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Huruf Sin juga bermakna sa’adatan yang berasal dari kata sa’ida-yas’adu-sa’adatan yang bermakna kebahagian dan keberuntungan.
Huruf Qaf : Rahasia nya penerimaan curahan keyakinan.
Huruf Qaf bermakna qurban. Qurban berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurban-qurbanan yang bermakna kedekatan. Huruf Qaf bermakna qana ‘atan. Berasal dari qani’a-yaqna’u-qana’an-qana’atan yang secara bahasa bermakna rela atau suka menerima yang dibagikan kepadanya.
Wallahu A’lam…

WASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WA BAROKATUH

TAFAKUR DI ATAS PEMBARINGAN


Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya adalah sesuatu yang mustahil, karena seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan sepersepuluhnya saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.
Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.
Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan mampu menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita kepada kesesatan dan kebinasaan.
TAFAKUR: Sebuah Paradigma Baru Menuju PERUBAHAN Sikap
Setiap kegiatan harus selalu dimulai dari tujuan. Bila kita tidak punya tujuan yang jelas maka langkah kita tidak akan focus. Selain dari itu akan sangat sulit sekali bagi kita untuk mengevaluasi sampai sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah kita capai. Juga seandainya kita tidak punya tujuan yang jelas berarti kita telah gagal dalam membuat planning/perencanaan. Bila hal itu terjadi berarti kita secara sadar sedang merencanakan satu kegagalan.
Apa yang kita harapkan dari suatu tausiah, ceramah agama, ataupun seminar pengembangan diri..? Mungkin diantara kita ada yang ingin menambah ilmu. Sehingga ia rela pergi kesana kemari menghabiskan banyak waktu hanya untuk menambah ilmu. Atau mungkin ada juga diantara kita yang ingin mendapatkan kesejukan hati, karena lagi dirundung masalah yang datangnya bertubi-tubi. Sehingga ketika mendengar informasi bahwa di daerah tertentu ada pengajian/tausiah atau seminar yang sangat menyentuh dan menyejukkan hati tidak frontal maka pasti akan dikejar dan didatangi meskipun jaraknya sangat jauh.
Tapi ada juga yang datang ke tausiah atau ceramah agama menginginkan adanya perubahan sikap dirinya. Itulah mungkin beragam tujuan orang mau meluangkan waktu dan datang ke tempat tausiah atau ceramah agama. Mungkin diantara tujuan-tujuan tersebut diatas tujuan yang paling baik orang datang ke pengajian atau ceramah agama adalah mengharapkan adanya perubahan sikap. Tapi ada satu pertanyaan mendasar berkaitan dengan hal ini, sudah berapa banyak perubahan sikap yang kita dapatkan dengan jam terbang pengajian kita yang begitu padat, bahkan mungkin bagi ibu rumah tangga bisa tiap hari pergi ke pengajian? Sudah merupakan suatu konsekuensi logis dari keinginan “adanya perubahan sikap” maka kita harus bertafakur.
Mengapa harus bertafakur? Karena tidak ada satupun perubahan sikap yang terjadi pada diri seseorang tanpa melalui proses berfikir. Tafakur adalah sebuah paradigma baru menuju perubahan sikap. Tafakur adalah suatu kegiatan menggunakan akal untuk menganalisa/mengobservasi dan kalbu untuk menghayati dan merasakan sehingga melahirkan. KEYAKINAN adalah sesuatu yang terpatri didalam kalbu yang mampu merubah dan melahirkan sikap. Sedangkan KEYAKINAN ILAHIYYAH adalah suatu keyakinan yang selaras dengan Al-Qur’an dan hadits. Jadi yang sangat berperan terhadap perubahan sikap seseorang bukanlah karena ilmunya, tetapi TERGANTUNG keyakinan yang ada di dalam kalbunya. Nabi saw bersabda:
“Ingatlah dalam diri manusia ada segumpal daging. Bila daging itu baik maka akan baik pula akhlak orang itu. Tapi bila daging itu buruk, maka akan buruk pula akhlak orang itu. Ingatlah daging itu adalah kalbu/hati”.
Dengan demikian jelaslah yang berperan sangat besar terhadap perubahan sikap adalah tergantung dari keyakinan yang ada di dalam kalbunya dan bukan tergantung dari keluasan ilmu yang dimiliki.
Apakah penceramah mampu membuat orang mendapatkan keyakinan sehingga terjadi perubahan sikap? Ingatlah, tidak ada yang bisa membuat seseorang menjadi “indah” kecuali dirinya sendiri. Peran penceramah atau fasilitator hanyalah memfasilitasi dan menstimulasi audiens atau mustami supaya mudah dalam menemukan keyakinan untuk terjadinya PERUBAHAN SIKAP yang lebih baik. Jadi kita jangan merasa bangga disaat ada orang yang berubah sikapnya setelah mendengar ceramah kita. Atau kita jangan buru-buru merasa puas gara-gara ceramah kita orang jadi shaleh.
Orang menjadi berubah sikapnya atau menjadi shaleh, bukan karena ceramah kita. Itu terjadi karena ia mau berfikir menggunakan akal dan kalbunya. Sebab disaat seseorang menginginkan perubahan sikap dan dia berfikir menggunakan akal dan kalbunya sebetulnya dia sedang berusaha mendekat kepada Allah, dan berusaha kembali kepada fithrahnya. Pada saat yang bersamaan Allah akan membalas kedekatan si hamba kepada-Nya dengan mendekat bahkan lebih dekat lagi dari upaya si hamba mendekati Allah, maka saat itulah hidayah Allah untuk perubahan sikap dibuka dengan selebar-lebarnya bagi si hamba. Dengan bertafakur kita dituntut untuk menggunakan akal kita seoptimal mungkin untuk menganalisa dan mengobservasi ilmu yang telah kita dapatkan. Lalu kita gunakan kalbu untuk menghayati dan merasakan sehingga kita olah ilmu tersebut, kemudian kita tenggelamkan dalam kalbu kita menjadi suatu keyakinan. Jadi dengan bertafakur kita mensimulasikan akal dan kalbu kita seolah-olah kita mengalami langsung.
Apakah mungkin meraih keyakinan dengan senda gurau? Kunci keberhasilan meraih keyakinan terletak pada keseriusan kita dalam menggunakan akal dan kalbu kita. Kegagalan dalam meraih keyakinan karena mencampur adukkan kebenaran dengan senda gurau.
Tapi maaf, bukan berarti dalam tafakur kita tidak dibolehkan adanya selingan/intermezzo. Menurut ilmu presentasi dibolehkan “ice breaker” asalkan tidak lebih dari 5% dari waktu yang disediakan, itupun harus ada hubungannya dengan tema, tidak ada unsur ngibul atau dusta. Nabi saw bersabda:
“Jangan engkau campur-adukkan kebenaran dengan senda gurau, niscaya ia akan dimuntahkan oleh hati”. Dalam hadits lain beliau bersabda lagi: “Banyak tertawa membuat hati mati”.
Iqro’ : Ketika kita melihat atau mengalami atau merasakan suatu peristiwa, maka ber-iqro’-lah dan ber-tafakur sehingga kita bisa mengambil hikmahnya, untuk kita sarikan merubah sikap kita yang jelek, jahat, berdosa menjadi perbuatan yang berpahala.
Sebuah Kisah :
Dua anak berumur 15 tahun, mereka sepupu yang jarang bertemu, sebut saja namanya Amir dan Umar. Amir hidup di Jogyakarta, badannya dua tahun lalu kecil kerempeng, sehingga saat itu merasa minder karena sering diejek kawannya sebagai si-kurus. Maka dia mulai berolah raga, fitness, sehingga sekarang dia gagah, mulai timbul percaya diri. Tetapi begitu percaya dirinya mulai timbul, dia down lagi, minder lagi, karena mukanya mulai banyak jerawatnya, kesana kemari diejek oleh kawan-kawannya sebagai si biang jerawat. Dua Minggu lalu Amir bertemu dengan Umar di Bali, karena kedua orang tuanya yang kakak beradik mengadakan liburan bersama. Umar ternyata anak yang cacat akibat kecelakaan motor setahun lalu. Jalannya betul-betul pincang, tetapi Umar begitu percaya diri, tidak minder, walau cacat kaki. Di bandara, di mall, di restaurant, di jalan berbelanja, Umar senantiasa bersenyum lepas bebas, walau jalannya betul-betul pincang berguncang kekiri dan kekanan, sehingga menarik perhatian orang yang melihatnya. Amir melihat perilaku Umar yang penuh percaya diri, riang selalu walau dengan cacat di tubuhnya, membuat Amir berpikir, bertafakur, oooooo kalau begitu ngapai saya harus minder dengan jerawatku, dengan HP ku, dengan motorku yang lebih jelek daripada punya kawan-kawan. Ada orang yang lebih pedih cobaannya dengan cacatnya dikaki, sehingga pincang kalau berjalan, tetapi ternyata sepupuku begitu mulia tidak stress, tidak minder. Ya Allah, ampunilah segala dosaku karena hambaMU ini tidak punya rasa syukur.
Begitulah Amir bercerita kepada saya minggu lalu, dia mampu ber-iqro’ atas pengalaman liburannya dengan sepupunya yang cacat. Amir sekarang tidak minderan lagi, lebih rajin shalat. Amir berubah karena dia mampu BERPIKIR ber-iqro’ atas pengalaman yang dirasakannya.
TAFAKUR DI ATAS BANTAL
Siapakah orang yang sibuk ?
Orang yang sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu solatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s
Siapakah orang yang miskin ?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada selalu menumpuk-numpukkan harta.
Siapakah orang yang rugi ?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk beribadah dan amal-amal kebaikan.
Siapakah orang yang tertipu ?
Orang yang tertipu adalah mereka yang menyangka akan membawa nikmat dunia ke alam kuburnya, atau mereka yang merasa hidup cuma di alam dunia saja. Setiap nikmat serta anugrah Allah tidak mampu mendekatkan dirinya kepada Ilahi, akan tetapi dia justru lupa dan lalai untuk bersyukur.
Siapakah orang yang sengsara ?
Orang yang sengsara ialah orang iri hati dan dengki akan nikmat saudaranya. Setiap orang lain senang karena anugrah Allah, dia justru makin sempit hatinya karena ketidakpuasan jiwa.
Siapakah orang yang bangkrut ?
Orang yang bangkrut adalah orang yang pahala amal shalihnya habis untuk menutupi keburukan akhlaknya kepada sesama.
Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit ?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikkan lalu kuburnya menghimpitnya.
Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas ?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan sejauh mata memandang.
Siapakah orang yang paling cantik ?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang paling baik.
Siapakah orang yang manis senyumanya ?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia berkata “Inna lillahi wainna illaihi rajiuun.” Lalu sambil berkata,”Ya Rabb, Aku ridha dengan ketentuanMu ini”, sambil mengukir senyuman.
Siapakah orang yang memiliki mata paling indah ?
Orang yang memiliki mata terindah adalah mata yang banyak menangis karena Tuhannya. Mereka takut akan dosa dan azab siksa-Nya, mereka mengharap belai kasih dan maaf-Nya, dan mereka cinta dan rindu akan perjumpaan dengan-Nya.
Siapakah orang yang kaya ?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.
Siapakah orang yang mempunyai akal ?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.
Siapakah orang yang bahagia ?
Orang yang bahagia adalah mereka yang tidur di malam ini dengan tidak membawa beban dalam hatinya. Mereka memaafkan kejahilan saudaranya dan melapangkan urusan sesamanya.
Saudaraku…….
Luangkan waktu sekejap tuk bertafakur dan merenung sebelum tidur mengakhiri hari. Bukankah berfikir sejenak adalah lebih baik dari ibadah semalaman ?
Selamat bertafakur di atas PEMBARINGAN......

PEMIMPIN KAFILAH RUHANI MENUJU ALLAH


Dalam kafilah ruhani yang berjalan menuju Tuhan, kita melihat barisan yang panjang. Mereka yang berada dalam barisan mempunyai martabat yang bermacam-macam, bergantung pada sejauh mana mereka telah berjalan. Dari tempat berangkat ke tujuan, ada sejumlah stasiun yang harus mereka lewati. Derajat mereka juga bergantung pada banyaknya stasiun yang sudah mereka singgahi. Pada setiap stasiun selalu ada pengalaman baru, keadaan baru, dan pemandangan baru. Sangat sulit menceritakan pengalaman pada stasiun tertentu kepada mereka yang belum mencapai stasiun itu.
Dalam literatur tasawuf, stasiun itu disebut manzilah atau maqam. Pengalaman ruhani yang mereka rasakan disebut hal. Ada segelintir orang yang sudah mendekati stasiun terakhir. Mereka sudah sangat dekat dengan Tuhan, tujuan terakhir perjalanan mereka. Maqam mereka sangat tinggi di sisi Tuhan. Kelompok mereka disebut awliya’, kekasih-kekasih Tuhan. Mereka telah dipenuhi cahaya Tuhan. Sekiranya kita menemukan mereka, kita akan berteriak seperti teriakan orang munafik pada Hari Akhir, “Tengoklah kami (sebentar saja) agar kami dapat memperoleh seberkas cahayamu” (QS 57:13).
Dalam kelompok awliya’ juga terdapat derajat yang bermacam- macam. Yang paling rendah di antara mereka (tentu saja di antara orang-orang yang tinggi) disebut awtad, tiang-tiang pancang. Disebut demikian karena merekalah tiang-tiang yang menyangga kesejahteraan manusia di bumi, kerena kehadiran merekalah Tuhan menahan murka-Nya; Tuhan tidak menjatuhkan azab yang membinasakan umat manusia. lbnu Umar meriwayatkan hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah menolak bencana –karena kehadiran Muslim yang saleh– dari seratus keluarga tetangganya.” Kemudian ia membaca firman Allah, “Sekiranya Allah tidak menolakkan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya sudah hancurlah bumi ini” (QS 2: 251).
Penghulu para awliya’ adalah quthb rabbani. Di antara quthb dan awtad ada abdal (artinya, para pengganti). Disebut demikian, kerena bila salah seorang di antara mereka meningggal, Allah menggantikannya dengan yang baru. “Bumi tidak pernah sepi dari mereka,” ujar Rasulullah Saw., “Karena merekalah manusia mendapat curahan hujan, karena merekalah manusia ditolong” (Al-Durr Al-Mantsur, 1:765).
Abu Nu’aim dalam Hilyat Al-Awliya’ meriwayatkan sabda Nabi Saw., “Karena merekalah Allah menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan menolak bencana.” Sabda ini terdengar begitu berat sehingga lbnu Mas’ud bertanya, “Apa maksud karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?”‘
Rasulullah Saw. bersabda, “Karena mereka berdoa kepada Allah supaya umat diperbanyak, maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memohon agar para tiran dibinasakan, maka Allah binasakan mereka. Mereka berdoa agar turun hujan, maka Allah turunkan hujan. Karena permohonan mereka, Allah menumbuhkan tanaman di bumi. Karena doa mereka, Allah menolakkan berbagai bencana.” Allah sebarkan mereka di muka bumi. Pada setiap bagian bumi, ada mereka. Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia menyampaikan terimakasih khusus kepada mereka.
Kata Rasulullah Saw., “Mereka tidak mencapai kedudukan yang mulia itu karena banyak shalat atau banyak puasa.” Sangat mengherankan; bukanah untuk menjadi awliya’, kita harus menjalankan berbagai riyadhah atau suluk, yang tidak lain daripada sejumlah zikr, doa, dan ibadah-ibadah lainnya? Seperti kita semua, para sahabat heran.
Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, fima adrakuha?” Beliau bersabda, “Bissakhai wan-Nashihati lil muslimin” (Dengan kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada kaum Muslim). Dalam hadis lain, Nabi berkata, “Bishidqil wara’, wa husnin niyyati, wa salamatil qalbi, wan-Nashihati li jami’il muslimin” (Dengan ketaatan yang tulus, kebaikan niat, kebersihan hati, dan kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum Muslim) (lihat Al-Durr Al-Mantsur, 1:767).
Jadi, yang mempercepat orang mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. bukanlah frekuensi shalat dan puasa. Bukankah semua ibadah itu hanyalah ungkapan rasa syukur kita kepada Allah, yang seringkali jauh lebih sedikit dari anugerah Allah kepada kita?
Yang sangat cepat mendekatkan diri kepada Allah :
Pertama, adalah al-sakha (kedermawanan). Berjalan menuju Allah berarti meninggalkan rumah kita yang sempit –keakuan kita. Keakuan ini tampak dengan jelas pada “aku” sebagai pusat perhatian. Seluruh gerak kita ditujukan untuk “aku”. Kebahagian diukur dari sejauh mana sesuatu menjadi “milikku.” Orang yang dermawan adalah orang yang telah meninggalkan “aku.” Ia sudah bergeser ke falsafah “Untuk Dia”.
Karena itu Nabi Saw. bersabda, “Orang dermawan dekat dengan manusia, dekat dengan Tuhan dan dekat dengan surga. Orang bakhil jauh dari manusia, jauh dari Tuhan dan dekat dengan neraka”. Tanpa kedermawanan, shalat, shaum, haji dan ibadah apa pun tidak akan membawa orang dekat dengan Tuhan. Dengan kebakhilan, makin banyak orang melakukan ibadat makin jauh dia dari Tuhan. Orang dermawan sudah lama masuk dalam cahaya Tuhan, sebelum mereka masuk ke surganya. Kedermawanan telah membawanya dengan cepat ke stasiun-stasiun terakhir dalam perjalanannya menuju Tuhan.
Kedua, yang mengantarkan orang sampai kepada kedudukan abdal, adalah kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum Muslim. Kesetiaan yang tulus ditampakkan pada upaya untuk menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan, menghinakan, mencemooh atau memfitnah sesama Muslim. Di depan Ka’bah yang suci, Nabi Saw. berkata, “Engkau sangat mulia. Tetapi disisi Allah lebih mulia lagi kehormatan kaum Muslim. Haram kehormatan Muslim dirusakkan. Haram darahnya ditumpahkan.
Belum dinyatakan setia kepada Islam sebelum orang meninggalkan keakuannya. Banyak orang merasa berjuang untuk Islam, walaupun yang diperjuangkan adalah kepentingan akunya, kepentingan kelompoknya, kepentingan golongannya. Mereka memandang golongan yang lain harus disingkirkan, karena pahamnya tidak menyenangkan paham mereka. Mereka hanya mau menyumbang bila proyek itu dijalankan oleh golongannya. Mereka hanya mau mendengarkan pengajian bila pengajian itu diorganisasi atau dibimbing oleh orang-orang dari kelompoknya. Apa pun yang diperjuangkan tidak pernah bergeser dari keakuannya. Ia merasa Islam menang apabila kelompoknya menang. Ia merasa Islam terancam bila kepentingan golongannya terancam. Ia telah beragama, ia telah mukmin; tetapi agamanya masih berkutat dalam keakuannya.
An-nashihat lil muslimin (kesetiaan yang tulus kepada kaum Muslim) melepaskan keakuan seorang mukmin. Ia memberinya kejujuran dalam ketaatan, ketulusan niat, dan kebersihan hati. Ia juga yang mengantarkannya kepada kedudukan tinggi di sisi Allah. Karena kedermawanan dan kecintaan kepada kaum Muslim, Anda juga dapat menjadi kekasih Tuhan.
Wahai hamba-hamba Allah, berangkatlah kalian menuju Tuhanmu. Percepatlah perjalanan kalian dengan kedermawanan dan kesetiaan yang tulus kepada seluruh kaum Muslim.
(Jalaluddin Rakhmat, Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban, Bandung, Mizan, 1995, h. 168-171)

MENGHARAPKAN RAHMAT ALLAH SWT


Dikisahkan dalam hadits shahih. Rasulullah mendapat kabar dari Malaikat Jibril, bahwa ada seorang hamba yang hidup di sebuah gunung yang berada di tengah-tengah laut. 
Di sana ada buah-buahan yang menjadi bahan makanan, ada air jernih yang menjadi bahan kehidupan dan ada apa yang menjadi kebutuhannya. Tidak ada yang dikerjakan oleh hamba itu kecuali shalat. Hamba itu berdoa kepada Allah, meminta agar dimatikan ketika sedang dalam keadaan sujud. Allah mengabulkan permohonannya. Pada hari kebangkitan, Allah memerintahkan malaikat: “Masukkan hamba-Ku itu ke dalam surga dengan rahmat-Ku!” Hamba itu berkata: “Ya Tuhan, masukkan aku ke surga karena amalku!” Allah mengulanginya sampai tiga kali, dan hamba itu masih ngotot ingin masuk surga karena amalnya. Maka Allah memerintahkan kepada malaikat: “Timbang amal-amalnya dengan nikmat-Ku!” Dan ternyata setelah ditimbang, satu kenikmatan mata lebih berat daripada ibadah hamba itu selama 500 tahun, belum lagi nikmat-nikmat jasad yang lain. 
Lalu Allah berkata kepada malaikat: “Tarik dia masukkan ke dalam neraka!” Hamba itu menyeru: “Ya Tuhan, dengan rahmat-Mu masukkan aku ke dalam surga!”
Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat (nikmat) satu rahmat dari padanya diturunkan Nya dan dibagi-bagi diantara jin, manusia, hewan-hewan besar dan kecil. Dengan rahmat yang satu itu, semua makhluk tersebut. Saling sayang menyayangi dan kasih mengasihi. Dengan rahmat yang satu itulah seekor keledai liar menyayangi anaknya. Adapun rahmat yang 99 lagi disediakan Allah SWT buat kehidupan di akhirat. Dengan rahmat yang 99 itulah Allah akan mengasihi hambaNya pada hari kiamat”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam Redaksi yang lain Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dalam Redaksi yang lain lagi Rasulullah bersabda :
إِنَّ الله خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ رَحْمَةً وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya Allah ketika menciptakan (Rahmat) kasih sayang, Dia menciptakannya 100 bagian. Disimpan-Nya 99 bagian di sisi-Nya, dan Dia memberikan untuk untuk seluruh makhluk-Nya satu bagian. (HR. Thabrani)
Bahkan Rasulullah masuk surga semata karena RahmatNya. Dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadis yang menyebutkan:
Dari jabir, ia berkata: saya pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: “Amal saleh seseotang diantara kamu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga dan tidak dapat menjauhkannya dari azab api neraka dan tidak pula aku, kecuali dengan rahmat Allah.” (Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Dalam riwayat lain bunyinya begini:
Dari Abi Hurairah, ia berkata:
Rasulullah Saw. telah bersabda: “Amal saleh seseorang diantara kamu sekali-kali tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.”
Mereka (para sahabat) bertanya, “Hai Rasulullah, tidak pula engkau?”
Rasulullah menjawab, “Tidak pula aku kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepadaku.” 
(Riwayat Muslim; kitab Shahih Muslim, Juz II, halaman 528)
Allah berfirman :
21. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
22. Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. An Nuur :21-22)

Menggapai Kesayangan Langit 
Salah satu kebutuhan asasi manusia adalah kebutuhan untuk dihargai dan disayangi. Orang yang kering dari kasih sayang maka kemungkinan besar hidupnya akan kering pula dari kebahagiaan. Mengapa demikian? Sebab manusia lahir ke dunia ini karena kasih sayang. Alam pertama yang dihuni oleh seorang manusia adalah rahim ibunya. Penggunaan kata rahim, yang seakar dengan kata ‘rahmah’ tentu bukan sesuatu yang kebetulan. Terdapat jalinan kasih sayang yang kuat antara seorang Ibu dengan anak yang dikandungnya. Karena itu, seorang ibu akan lebih sayang kepada anaknya daripada suaminya. Demikian pula seorang anak akan lebih sayang kepada ibunya daripada bapaknya. Hal demikian pula ditunjukkan dalam perilaku hewan misalnya, yang mati-matian melindungi anaknya dari setiap gangguan.

Satu Banding Sembilan Puluh Sembilan
Di luar itu semua, apa yang dianggap sebagai kasih sayang di dunia ini, sejatinya hanyalah 1 % dari kasih sayang yang disiapkan Allah di luar dunia ini. Nabi bersabda:
إِنَّ الله خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِيْنَ رَحْمَةً وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya Allah ketika menciptakan kasih sayang, Dia menciptakannya 100 bagian. Disimpan-Nya 99 bagian di sisi-Nya, dan Dia memberikan untuk untuk seluruh makhluk-Nya satu bagian. (HR. Thabrani)
Sulit membayangkan betapa sepeser (satu persen) kasih sayang yang beredar di dunia ini; yang dibagi oleh sekian ibu yang menyayangi anaknya, kakek nenek yang menyayangi cucunya, kasih sayang antara suami isteri, bahkan kesayangan ibu seekor semut kepada anaknya dan miliaran jenis makhluk hidup lainnya. Sulit pula bahkan mustahil diolah logika betapa besar ukuran dari 99 persen kasih sayang yang disimpan Allah untuk hamba-Nya di akhirat nanti.
Jika demikian, maka berharap untuk mendapatkan atau merasakan kasih sayang di akhirat sewajarnya menjadi target dan cita-cita dari seorang hamba. Bukan hanya karena besarnya wujud kasih sayang tersebut, tetapi juga karena kasih sayang yang dapat dirasakan di dunia ini begitu terbatas. Boleh saja pepatah mengatakan kasih ibu sepanjang jalan dan kasih anak sepenggalan, namun belumlah tentu setiap anak akan merasakan kenikmatan kasih ibu tersebut. Bukankah tidak sedikit anak yang ditinggal mati atau ditinggal hidup oleh ibunya sendiri sejak kecil? Bukankah pula kasih sayang yang beredar di lingkungan kehidupan manusia tidak jarang disusupi oleh ketidakjujuran dan pengkhianatan? Jangan lagi kasih sayang yang diberikan oleh kolega-kolega politik di mana kasih sayang berimbang dengan kepentingan. Manakala kepentingan bertabrakan, sirna pulalah kasih sayangnya.

Menyayang di Bumi, Disayang di Langit
Dengan demikian, maka tumpuan harapan dari kehausan akan kasih sayang manusia hanya akan terpuaskan manakala dia mendapatkan lagi kasih sayang yang hakiki di akhirat kelak. Persoalannya adalah bagaiamana cara mendapatakan kasih sayang yang hakiki tersebut. Di sini patut direnungkan sebuah hadis Nabi saw., yang berbunyi:
“مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ” ، وَوَقَعَ عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ : “مَنْ لَا يَرْحَمُ مَنْ فِي الْأَرْضِ لَا يَرْحَمُهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Siapa gerangan yang tidak menyayang maka dia tidak akan disayang.(HR. Bukhari). 
Siapa yang tidak menyayang apa yang ada di bumi maka dia tidak akan disayang oleh Siapa yang ada di langit (HR. Thabrani).
Jadi, cara dan upaya yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kasih sayang yang hakiki adalah dengan mengeluarkan modal berupa menyayangi siapa pun yang ada di bumi ketika hidup. Hadis di atas memposisikan diri sebagai hukum sebab akibat. Artinya, ketika seseorang tidak memiliki dan tidak mengusahakan menyayang ketika di bumi, maka jangan berharap dirinya akan mendapatkan kasih sayang di kehidupan berikutnya. Sebaliknya, siapapun yang telah mengusahakan dan menabur benih kasih sayang ketika hdupnya di dunia, maka patut dia berharap mendapatkan kasih sayang yang sejati di akhirat kelak.

Siapa yang Harus Disayang?
Lalu, siapakah yang harus disayangi di bumi ini? Apakah sebagian saja atau seluruhnya? Atau bolehkah seseorang menyayangi musuhnya? Bagaimana dengan adanya perintah Allah misalnya untuk memerangi orang-orang kafir? Argumen yang dapat dikemukakan adalah, benar bahwa seorang muslim diperintahkan memerangi orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin, akan tetapi dalam peperangan itu pun sesungguhnya ada rambu-rambu kasih yang tidak boleh dilanggar. Bukankah terdapat larangan untuk membunuh anak-anak dan wanita dalam perang tersebut. Bukankah pula tidak boleh merusak jenazah atau mencabik-cabiknya? Di luar itu, sesungguhnya perang dan pertempuran hanyalah sesuatu yang sangat darurat sekali untuk dilakukan. Dan pada masa sekarang ini, hampir-hampir tidak ada lagi alasan untuk berperang untuk atas nama agama. Yang ada hanyalah perang karena politik, balas dendam, permusuhan yang tidak perlu, provokasi yang menyesatkan, dan lain-lain, yang tidak mendapatkan pembenaran dari sisi agama.
Salah satu penjelasan dari hadis tentang menyayangi apa yang di ada di bumi adalah keterangan dari Ibn Baththal yang mengatakan bahwa kasih sayang tersebut meliputi seluruh makhluk, baik mukmin, kafir, hewan dengan cara memberi makan, memberi minum, meringankan beban dan tidak menganiaya atau memusuhinya.
Bagaimana Cara Menyayangi?
Salah satu ciri pengamalan kasih sayang diperagakan oleh Nabi saw., Dalam sebuah hadis, Aisyah ra., bercerita sebagai berikut:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ تُقَبِّلُوْنَ الصِّبْيَانَ ؟ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم ( أَو أَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ )
“Seorang (Arab Badui) datang kepada Nabi dan berkata: Engkau menciumi anak kecil? Kami tidak mencium anak-anak! Maka Nabi saw., bersabda: Aku tidak bisa membuat kasih sayang dalam hatimu, jika Allah telah mencabutnya.” (HR. Muslim).
Hadis ini memberi gambaran bahwa kasih sayang diberikan kepada siapapun, termasuk anak-anak meski itu bukan anak sendiri. Tradisi yang menganggap remeh dan rendah orang-orang besar yang menunjukkan kasih sayang secara fisik (memeluk, menggendong, mencium) kepada anak kecil bukanlah tradisi yang harus dipetahankan. Bahkan hal tersebut bisa jadi adalah cerminan bahwa kasih sayang dalam hati telah dicabut oleh Allah, karena enggan menyayangi anak kecil.
Hendaknya seorang muslim, memelihara dan menumbuhkembangkan sikap dan sifat kasih sayang dalam dirinya, baik kepada dirinya sendiri, keluarga, orang lain, maupun kepada makhluk selain manusia. Kasih sayang yang menjadi bagian dari perilaku seseorang akan menghantarkannya untuk menggapai kasih sayang Allah yang Maha Kasih dan Maha Sayang.

Dimanakah Tuhan itu ?

Orang-orang awam mengira bahwa tuhan bersemayam di balik awan atau di dalam lautan. Jiwa-jiwa yang agung telah menghayati-Nya di dalam hatinya, dan para suci sempurna melihat Dia di mana-mana, di dalam maupun di luar.

Para Suci dan para saleh mengatakan bahwa Ia meresap ke dalam seluruh alam semesta dan bahwa alam semesta hidup di dalama Dia.

Kekuatan itu mahatembus dan ia menggerakkan seluruh Alam Jagad Raya. Dalam ayat-ayat suci, Ia tidak digolongkan ke dalam salah satu bangsa, agama atau masyarakat tertentu. Ia digambarkan sebagai Tuhan seluruh alam semesta. Dikatakan juga bahwa Ia meresap kemana-mana.

Tiada satupun tempat atau benda yang hidup maupun mati yang tidak mengandung sinar- Nya. Alam semesta ini merupakan tubuh-Nya tempat Ia bersemayam. Ia meresapi setiap atom seperti jiwa meresap ke dalam setiap pori tubuh sehingga ia dapat bergerak. Tubuh akan berubah menjadi abu bila jiwa keluar dari padanya.

Dimanakah Tuhan itu? 



Setelah menciptakan dunia ia tidak berpisah dari padanya, Ia mahakuasa, Ia bersemayam didapam ciptaan dan meresapinya, Ia kekal dan Maha-ada. Kita tidak perlu mencari Dia di hutan belantara. Yang diperlukan ialah mencelikkan mata rohani yang dapat melihat Dia.

Tanpa menghayatinya sendiri, kita tidak dapat memahami fakta itu. Tentu saja kita dapat memahami sesuatu dengan menggunakan contoh.

Kita merupakan partikel-pertikel Tuhan. Hubungan kita dengan Tuhan adalah seperti bagian yang kecil dari dari keseluruhannya. Tidak ada perbedaan antara gelombang dengan lautan. Tidak ada bedanya antara matahari dengan sinarnya. Tuhan tidak pernah meremehkan kita walaupun hanya sesaat. Ia selalu menjaga kita.

Kita tidak pernah berpisah dari Dia. Ia selalu ada di dalam diri kita dan selalu meresapi jiwa raga kita. Menurut beberapa Ayat suci dan pendapat para Alim Ulama serta Guru Murshid, keberadaan Tuhan adalah sebagai berikut :

1. Dan sungguh kami telah mencipkan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya.

2. tiada pula orang mengatakan : tengoklah, ada disini, atau ada disana, karena kerajaan Alloh itu ada dalam kamu.

3. apa faedahnya untuk lari ke Hutan naik ke Gunung guna mencari tuhan ? Ia bersemayam di dalam dirimu dan meresap ke dalam seluruh jiwa ragamu, akan tetapi Ia terpisah. Tuhan terdapat di dalam dirimu seperti beyangan yang terdapat dalam cermin. Ia ada dalam lubuk hatimu, di sanalah Ia harus di cari.

4. kita harus melihat dengan mata rohani kita dan mendengar suara-Nya dengan telinga rohani kita. Kita harus menembus tiraiyang gelap itu di dalam dan memandang kemulian-Nya

5. apabila kita melihat kenyataan dengan mata rohani kita, maka berulah kita menjadi yakin akan kebenaran ajaran para Guru Murshid.

6. suara Tuhan berkumandang dari kubah, tetapi dunia yang sedang tidur tidak mendengarnya, hai khalayak ramai yang masih tetap tuli terhadap panggilan- Nya, pandanglah ke bahagian orang yang telah bangkit rohaninya, yang mendengan Suara Tuhan dan yang telah menggabungkan diri dengan Dia.

7. seorang suci Islam berkata : Tuhan bersemayam di dalam engkau, hai orang bodoh, dan engkau mencari-Nya di dunia luar dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila Tuhan ada di dalam diri kita dan kita mencarinya di tempat yang lain, maka usaha jita akan sia-sia.

8. apapun yang ada di alam semesta ini ada pula di dalam tubuh, dan barang siapa mencarinya di dalam tubuh ini, niscaya ia akan menemukan

Sebelum alam semesta ini tercipta (sebelum ada apa-apa) Dzat yang Maha Esa telah tercipta di Alam Sejati (pusat hidup yang sejati) dalam ke adan tenang tentram dan abadi, jadi keadaan Tuhan tidak ada yang mengadakan (bertahta pribadi berdiri sendiri) tiada permulaan dan tiada akhir, tidak membutuhkan tempat dan waktu serta Maha Esa.

Tuhan dapat di pandang sebagai asal mula kesadaran hidup yang tidak terbatas dan tidak bergerak. Di dalamnya terkandung kemampuan yang tidak terbatas ini dalam bahasa asing di sebut : omnipotent, artinya Maha kuasa.

Sesuai dengan keterangan tersebut, Allah berfirman: “Dimanapun kamu berada, Allah selalu bersama-mu dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

Allah mempunyai tiga sifat : Sukma Kawekas (Nuur Alah), Sukma Sejati (Nuur Muhammad), Roh Suci. Ketiga sifat ini tidak dapat di pisah-pisahkan dan tidak dapat di kurangi.

1. SUKMA KAWEKAS, Artinya: Yang menghidupi, yang membuat hidup, yang menyebabkan kita merasa hidup, atau Sumber Hidup

2. SUKMA SEJATI, Artinya: Yang sebenar-benarnya menghadapi jiwa manusia dan melaksanakan Karsa Sukam Kawekas dengan penuh kebijaksanaan, dapat pula disebut Guru Sejati, Penuntun Sejati, sebab pada hakekatnya yang disebut Sukma Sejati itu adalah Af’aal Tuhan, pakarti Tuhan, aktivitas Tuhan, gerak Tuhan

3. ROH SUCI, Artinya: Sifat yang dihidupi atau yang di beri hidup dan yang diberi kekuasaan dalam melaksanakan Karsa Tuhan. Ahli Sufi mengatakan: Roh yang berada dalam tubuh makhluk yang bersifat hidup disebut Nuur Ilahi (Cahaya Tuhan) atau Roh Kudus.

Tambahan keterangan :

1. SUKMA KAWEKAS, yang bersinar pasif itu dapat dimisalkan sebagai matahari yang bersifat pasif juga (diam, tidak bergerak, memancarkan sinarnya)

2. SUKMA SEJATI, yang bersifat aktif menjalankan Karsa Tuhan, dimisalkan matahari yang juga bersifat akrif memancarkan sinarnya

3. ROH SUCI, atau Nuur Tuhan yang kemudian menjadi jiwa manusia yang sejati, dimisalkan panas sinar matahari yang dirasakan oleh makhluk yang menerima sinar matahari yang dirasakan oleh mahluk yang menerima sinar

Keterangan Secara terperinici :

1. SUKMA KAWEKAS, bersifat Karsa, berarti Dzat yang mempunyai Hidup, atau Sumber Hidup yang belum bergerak (masih statis) disalamnya terkandung Karsa.

2. SUKMA SEJATI, nersifat bijaksana, berarti Dzat yng sesungguhnya memberi hidup yang telah bergerak (dinamis) didalamnya terkandung kebijaksanaan.

3. ROH SUCI, bersifat kuasa, berarti Nuur Ilahi (Nuur Dzatullah) yang bersemayam dalam jasmani manusia, diberi kekuasaan untuk melaksanakan Karsa Sukma Kawekas.



wallahu'alam bi showab

Kamis, 13 Oktober 2011

RAHASIA DI BALIK MUSIBAH

Tidaklah Allah swt. menciptakan peristiwa, atau kejadian sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Islam sangat mendorong umatnya untuk menggunakan potensi yang Allah swt. berikan kepadanya; penglihatan, pendengaran, hati, panca indra yang lain agar difungsikan untuk merenung hikmah dibalik peristiwa.

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS. Al-An’am:11)

Ayat yang senada seperti di atas sangatlah banyak dalam Al-Qur’an. Dengan redaksi yang beragam, tapi kesimpulannya adalah satu, menggunakan pemberian Allah untuk merenung dan mengambil pelajaran yang sangat berharga dari berbagai peristiwa bencana yang terjadi silih berganti ini. Ada beberapa rahasia dibalik musibah dan bencana yang selama ini terjadi bahwa:

Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.

Bahwa dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang mengatur. Dialah Allah Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan. Di Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya butuh berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”. Allah memiliki nama-nama, di antaranya; Al-Khaliq –Pencipta-, Al-Muhaimin –Yang Mengatur-, Al-Muhyi –Yang Menghidupkan-, Al-Mumit –Yang Mematikan-, Adh-Dhaar –Yang Memberi Madharat-, An-Nafi’ –Yang memberi Manfaat-, dst.

Manusia tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin bilang “hai merapi, berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari pusat ahli vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah swt. punya kehendak-Nya sendiri, bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali. Allah swt. berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Hadid/57:22)

Perhatikan potongan akhir ayat akhir di atas “Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”

حدثنا عاصم ، قال : سمعت الحسن ، يقول في مرضه الذي مات فيه : « إن الله عز وجل قدر أجلا ، وقدر مصيبة ، وقدر معافاة ، وقدر طاعة ، وقدر معصية ، فمن كذب بالقدر فقد كذب بالقرآن ، ومن كذب بالقرآن ، فقد كذب بالحق »

Al-Hasan ketika menjelang mautnya berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mentaqdirkan ajal, dan mentaqdirkan musibah, mentaqdirkan kesehatan, mentaqdirkan ketaatan, mentaqdirkan kemaksiatan. Maka barangsiapa yang mengingkari taqdir, ia berarti mengingkari Al-Qur’an. Barangsiapa mengingkari Al-Qur’an, sungguh ia berarti mengingkari kebenaran.”

Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia

Musibah yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan mereka sendiri yang melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak melakukan kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31

Bukan karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu, seperti karena bulan tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak aqidah umat. Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah swt.

Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، أَنَّهُ قَالَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاءِ ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاهُمْ ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya, siapa yang murka, maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi

Karena itu, tidak perlu putus asa, jangan sampai menggadaikan aqidah.

Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)

Kehidupan ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam rangka untuk menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu ujian; apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah gagal dalam menjalani usjian tersebut.

وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ

“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” Al-Ankabut/29:11

Ketika menjelaskan ayat ini, Mujahid berkomentar: “Manusia itu ada yang iman hanya di lisannya saja, maka ketika dia mendapatkan ujian, berupa kehilangan harta atau jiwa, sebagian manusia dilanda fitnah –goncang yang hebat-“ (Tafsir Al-Baghawi, Juz 6, Bab 11, Hal. 235)

Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah

Pertama kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang berbicara, bukan hawa nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap pertama kalinya terhadap kejadian. Rasulullah saw. mengingatkan “Sesungguhnya sabar itu ketika merespon kejadian pertama kali.” Selanjutnya berdoa kepada Allah swt. agar diberikan pahala atas musibah itu dan memperoleh ganti yang jauh lebih baik.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصاب أحدكم مصيبة فليقل إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم عندك احتسب مصيبتي فأجرني عليها وأبدلني بها خيرا منها

Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah satu di antara kalian mendapatkan musibah, maka ucapkanlah; “Sesungguhnya kami milik Allah dan kami kembali kepada-Nya, “Allahumma ‘indaka ahtasibu mushibatii, fa ajirnii ‘alaihaa waabdilnii bihaa khairan minhaa. Ya Allah kepada-Mu saya ikhlaskan musibah yang menimpaku, maka berilah pahala kepadaku atas musibah ini, dan berilah saya ganti yang jauh lebih baik darinya.” Imam Muslim

Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat

Inilah indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian, bencana dan bala akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat derajatnya. Tidak sia-sia, tegantung ia meresponnya. Dari Aisyah ra. ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:

عن عائشة قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول « مَا مِنْ مُؤْمِنٍ تَشُوكُهُ شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَرَفَعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةً » رواه مسلم

“Tiada seorang mukmin yang tertusuk suatu duri atau bahkan yang jauh lebih sakit, kecuali Allah pasti akan menghapus kesalahan dan mengangkat derajat.” Imam Muslim

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « عجبًا لأمرِ الْمُؤْمِن ، إِنَّ أمرهُ كُلَّهُ خيرٌ ، ولَيْسَ ذلِكَ لأحَد إلاَّ للمُؤْمنِ ، إن أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَر ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وإنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فكَانَ خَيرًا لَهُ »

Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur. Jika sedangkan memperoleh keburukan, ia bersabar, kedua-duanya baik baginya, itu tidak dimiliki kecuali oleh orang mukmin.” Sahih Ibnu Hibban

Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan

Kejadian bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa, jika itu menimpa orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika menimpa orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga, sebagai sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba Allah swt.

Allah swt. berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى قُلُوبِكُمْ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِهِ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآَيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ (46) öقُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ بَغْتَةً أَوْ جَهْرَةً هَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الظَّالِمُونَ (47) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آَمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (48)ÇÍÑÈ وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (49)

46. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?” perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).
47. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, Maka Adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?”
48. dan tidaklah Kami mengutus Para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan Mengadakan perbaikan, Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
49. dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” QS. Al-An’am: 46-49

Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ بِمُؤْمِنٍ مُسْتَكْمِلِ الإِيمَانِ مَنْ لَمْ يَعُدَّ الْبَلاءَ نِعْمَةً، وَالرَّخاءَ مُصِيبَةً، قَالُوا: كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:لأَنَّ الْبَلاءَ لا يَتْبَعُهُ إِلا الرَّخَاءُ، وَكَذَلِكَ الرَّخَاءُ لا تَتْبَعُهُ إِلا الْمُصِيبَة وليس بمؤمن مستكمل الإيمان من لم يسكن في صلاته” قالوا: ولم يا رسول الله؟ قال: “لأن المصلي يناجي ربه فإذا كان في غير صلاة إنما يناجي ابن آدم”.
رواه الطبراني.

Rasulullah saw. bersabda: “Tiada dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang tidak menganggap suatu bala’ sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu kemudahan sebagai musibah. Para sahabat bertanya: Bagaimana itu ya Rasulullah? Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak itu kecuali adanya kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai dengan musibah.” Ath-Tabrani.

Allah swt. berfirman:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)

(5).Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (7) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (8). dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” QS. Al-Insyirah:5-8.

Dibalik bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan. Mari kita renungkan, kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini terjadi. Allahu a’lam